PENDOPO di bina di halaman belakang lokasi tinggal Ketsia Ximena Sihotang. Bangunan tersingkap ini berdiri tegak dengan sanggahan kayu dan dikelilingi empang mini yang serupa selokan.
Kesan rileks dan tenang langsung terasa saat memasuki lokasi tinggal Ketsia Ximena Sihotang yang bergaya tropis. Hunian ibu dua anak tersebut laksana padang hijau nan rindang di tengah hiruk-pikuk Kota Jakarta.
Takjub. Begitulah barangkali kesan kesatu yang dialami siapa juga yang menyambangi lokasi tinggal Ketsia yang bertempat di area Jagakarsa, Jakarta Selatan. Memasuki jalan setapak mengarah ke rumah yang berjarak 200 meter dari Ragunan ini, nuansa alami langsung terasa berkat eksistensi pohon besar beserta daunnya yang menjuntai. Di sepanjang jalan setapak yang melandai tersebut pula jajaran pohon besar tertanam apik di sisi pagar tembok sebelah kiri jalan.
Sementara di unsur kiri terdapat dekorasi dedaunan hijau yang semakin meningkatkan teduh halaman depan lokasi tinggal ini. Di unsur kanan dan kiri pintu masuk terdapat dekorasi gajah kecil yang menjadikan bangunan seluas 2.250 meter persegi ini terlihat semakin “manis”.
“Bagian depan lokasi tinggal tidak tidak sedikit menampilkan ornamen yang terlampau berat.Semua diatur secara natural,” ujar Ketsia seraya menyuruh tim SINDO berkeliling.
Sejauh mata memandang, nyaris setiap sudut halaman didominasi hijaunya pepohonan, mulai dari jajaran pohon kelapa sampai mangga. Pepohonan tersebut ditanam sendiri oleh tangan Ketsia, sampai umur pohon tersebut menjangkau tujuh tahun.
“Pohon ini telah ada saat saya membina rumah. Adanya pohon ini menciptakan teduh fasad depan rumah,” kata perempuan yang aktif di Yayasan Sarana Daya Autisma itu.
Bagi Ketsia, rumah ialah surga. Sementara alam adalah media penghubung dengan sang Pencipta, maka sedapat barangkali dia membuat hunian yang menyatu dengan alam.
Filosofi tersebut juga tampak dari bangunan lokasi tinggal nan mungil bercat putih yang tidak sedikit memadukan unsur hardscape dan kayu. Keramahan sang empunya rumah terlukis dari tampilan foyer yang simpel, tetapi tetap menampakkan kebersahajaan.
Berjalan ke sisi sebelah kiri, ada ruang tamu mungil yang pun didesain secara simpel. Tegel granit dengan corak cokelat dipadu lampu kristal bersinar kuning redup meningkatkan kehangatan ruangan penyambut tamu itu.
Di lokasi ruang tamu terdapat sebanyak elemen hiasan klasik, laksana lemari kecil berdandan ukiran Lampung. Di dalamnya Ketsia meletakkan sejumlah koleksi batik Lasem dan guci.
“Lemari ini adalah peninggalan ibu mertua saya. Kebetulan suami saya berasal dari Lampung. Di dalamnya saya letakkan sejumlah koleksi batik dari sekian banyak daerah, laksana batik Solo, Cirebon, dan Pekalongan,” ujarnya, sambil tersenyum.
Kecintaan terhadap barang- barang antik menginspirasi Ketsia guna menghias tiap sudut di ruang tamu dengan sejumlah dekorasi yang mempunyai nilai artistik tinggi, laksana meja tamu yang tercipta dari kayu jati dan di tengahnya ditaburi bunga abadi edelweiss. Menjadikan ruangan ini kian menarik dan berkelas.
Ruang santai berdandan cermin berwarna keemasan pun dibangun dekat ruang tamu dan berdampingan dengan teras belakang. Elemen kayu tidak sedikit digunakan guna furnitur. Di sisi ruang santai ada ruang makan. Di sana terpasang sejumlah foto family sebagai penghias ruangan.
“Sebelum membina rumah ini, saya sudah memperhitungkan betul mulai dari bagaimana konstruksi tanahnya dan tata letak masing-masing ruangan,” tutur alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.
Keunikan lain, Ketsia lumayan cerdik menjadikan kerajinan gerabah sebagai di antara ornamen penghias rumah. Berdasarkan keterangan dari dia, kerajinan gerabah yang bernilai kecil ternyata dapat memberi manfaat lumayan besar. Ambil misal mangkuk yang dimanfaatkan Ketsia sebagai lokasi obat nyamuk.
Satu lagi yang menculik perhatian, yaitu lukisan anak Ketsia yang menghiasi dinding rumah. Lukisan itu konon sangat dapat membuat rileks jasmani dan mental Ketsia.
“Tak perlu ongkos besar untuk dapat menciptakan lokasi tinggal yang menarik. Dengan memanfaatkan elemen hiasan yang ada,tampilan rumah dapat semakin bagus,” imbuh pencinta batik itu.
Bergeser ke unsur lain, ada tangga yang menghubungkan lokasi lantai atas rumah. Ornamen sketsa wajah menghiasi pinggiran anak tangga. Di lantai dua ini ada ruang menyaksikan untuk family plus kamar istirahat utama.
Di kamar berikut Ketsia yang berdarah Belanda-Jawa sering beristirahat sambil membenamkan diri salah satu buku-buku bacaan. Tak tidak sedikit detail yang mengisi ruangan ini. Semua diciptakan dengan konsep sederhana, tetapi tetap memasukkan bagian asri.
“Dari balik kamar ini saya dapat melihat pemandangan taman belakang yang natural serta suara gemericik air dari empang ikan di luar,” ucapnya.
Sumber gemericik air yang dimaksud ialah kolam ikan yang ada di bawah kamar dan melingkari teras taman belakang. Di teras berikut Ketsia sering bersantai sembari minum teh dan merasakan semilir angin yang berembus di sela-sela pepohonan.
(ftr)
Comments
Post a Comment